Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan memanfaatkan
prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak
karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.
Kendala
1.
Kontaminasi
Kontaminasi merupakan permasalahan
mendasar yang sering terjadi pada kultur jaringan in vitro. Pada kondisi media
yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban dan suhu yang relatif
tinggi, memungkinkan mikroorganisme serta spora jamur tumbuh dan berkembang
dengan pesat. Kontaminasi pada kultur in vitro dapat berasal dari:
·
Udara
·
Eksplan, baik secara eksternal
maupun internal.
·
Organisme kecil yang masuk ke dalam
media, seperti semut.
·
Botol kultur serta alat-alat yang
kurang steril.
·
Lingkungan kerja dan ruang kultur
yang kotor.
·
Kecerobohan dalam bekerja.
Setiap eksplan memiliki tingkat
kontaminasi permukaan yang berbedan tergantung dari :
·
Jenis tumbuhannya
·
Bagian tumbuhan yang dipergunakan
·
Morfologi permukaan (misalnya
berbulu atau tidak)
·
Lingkungan tumbuhnya (Green house
atau lapang)
·
Musim waktu pengambilan (musim
penghujan atau musim kemarau)
·
Umur tumbuhan (seedling atau
tumbuhan dewasa)
·
Kondisi tumbuhannya (sehat atau
sakit)
Mikroorganisme penyebab kontaminasi
dapat berupa bakteri, fungi, protozoa, serangga, virus dan lain-lain.
Kontaminasi oleh fungi ditandai dengan munculnya benang-benang halus yang
berwarna putih, yang merupakan miselium fungi. fungi dapat menginfeksi jaringan
secara sistemik sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan jaringan eksplan akan
mati. Selain itu, kontaminasi oleh bakteri ditandai munculnya bercak-bercak
berlendir pada media atau eksplan. Bercak tersebut biasanya berwarna putih yang
merupakan koloni bakteri. Bakteri lebih sulit untuk dideteksi dibandingkan
dengan fungi karena dapat masuk ke dalam ruang antar sel.
Ada dua istilah dalam permasalahan
kontaminasi, yaitu kontaminasi eksternal dan kontaminasi internal.
a. Kontaminasi eksternal atau kontaminasi permukaan biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari luar eksplan. Respon
kontaminasi eksternal ini sangat cepat karena mikroorganismenya berada
permukaan eksplan. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara :
·
Karantina tanaman induk dalam
greenhouse
·
Sterilisasi kontak dengan menyikat
eksplan dengan sikat halus
·
Pencucian menggunakan berbagai
perlakuan bahan kimia dan durasii sterilisasi.
·
Jika permukaan tanaman ditutupi oleh
rambut atau sisik, menggunakan detergen dan digoyang –goyang untuk mengilangkan
gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
·
Penggunaan kombinasi bahan sterilan.
b.
Kontaminasi Internal
Kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal
dari eksplan yang tumbuh dan berkembang secara bertahap dalam kondisi in vitro.
Pertumbuhan dan perkambangan mikroorganisme internal biasanya muncul beberapa
minggu / bulan setelah di kultur. Kontaminasi internal dapat diminimalisir atau
dapat diatasi dengan cara:
·
Karantina tanaman induk dalam
greenhouse
·
Menggunakan HgCl2 , antibiotik dan
fungisida sistemik
·
Contoh antibiotik alami yaitu
propolis
·
Contoh antibiotika sintetik yaitu
Plant Preservative Mixture (PPM), Cefotaxime, Ceftriaxone,
Chlorampenicol, Rifampicin, dll.
·
Penggunaan kombinasi bahan sterilan.
2.
Browning/Pencoklatan
Pencoklatan adalah suatu keadaan
munculnya warna coklat atau hitam yang menyebabkan tidak terjadi pertumbuhan
dan perkembangan atau bahkan menyebabkan kematian pada eksplan. Pencoklatan
umumnya merupakan tanda adanya kemunduran fisiologis eksplan biasanya eksplan
akan mati.
Browning terjadi akibat pengaruh
akumulasi senyawa fenolik yang teroksidasi akibat stress mekanik atau pelukaan
pada eksplan. Senyawa fenol tersebut adalah enzim polifenol eksidase dan
tirosinase. Dalam kondisi oksidatif akibat pelukaan, enzim tersebut akan secara
alami disintesis oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan diri. Menurut Laukkanen
et al. (1999) dalam Hutami (2008), ketika sel rusak, isi dari sitoplasma
dan vakuola menjadi tercampur, kemudian senyawa fenol teroksidasi menghambat
aktivitas enzim. Senyawa fenol yang berlebihan akan bersifat racun yang merusak
jaringan eksplan dan akhirnya menyebabkan kematian eksplan (Corduk and Aki,
2011).
Menurut George dan Sherrington
(1984) ada beberapa cara untuk menanggulangi masalah pencokelatan, seperti:
a.
Meminimalisir senyawa fenol
· Transfer eksplan ke media baru
· Penambahan arang aktif untuk menonaktifkan enzim
peroksidase.Enzim tersebut merupakan kelompok enzm oksidoreduktase yang
berperan sebagai katalis reaksi oksidasi senyawa fenol.
· Penggunaan PVP (Polivenolpirolidon) untuk mengikat senyawa
fenol agar tidak teroksidasi
· Penambahan antioksidan seperti Asam askorbat, PPVP
(polivinilpolipirolidon) dan DTT (1,4-ditio- DL-treitol) untuk menurunkan
akumulasi peroksidase
· Pencucian eksplan pada air mengalir
b. Modifikasi Potensial Redoks
· Penggunaan asam askorbat (C6H8O6) untuk menghambat reaksi
oksidasi senyawa fenolik, karena asam askorbat memiliki potensial redoks yang
rendah serta mampu mengikat oksigen
· Perendaman eksplan dalam air pasca pemotongan dari tanaman
induk mampu menekan oksidasi dari oksigen bebas.
c. Penghambatan Aktifitas Enzim Fenol Oksidase
· Penggunaan Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) dapat
menghambat aktivitas polifenol oksidase dengan mengikat ion-ion seperti Cu++
Co++, dan Zn++, yang mempu menjadi senyawa fenol ketika teoksidasi
· EDTA Juga dapat mengganggu aktivitas enzim peroksida.
d.
Penurunan Aktifitas Fenolase
·
Penggunaan Asam askorbat mampu
menurunkan pH, karena pH optimum enzim Fenol Oksidase berkisar antara 4,0-7,0.
·
Penggelapan
selama ± 14 hari mampu menekan aktifitas fenolase. Cahaya mempengaruhi
sintesa enzim pada pigmen, oksidasi fenol akan meningkat dengan adanya cahaya
(Creasy, 1968 dalam Hutami, 2008).