Integrasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman
Gelombang
bioteknologi,
yang memanfaatkan berbagai metode biologi
molekuler, yang mulai menguat pada tahun 1970-an mengimbas pemuliaan
tanaman. Tanaman transgenik pertama dilaporkan hampir
bersamaan pada tahun 1983, yaitu tembakau, Petunia, dan bunga
matahari. Selanjutnya muncul berbagai tanaman transgenik dari berbagai
spesies lain; yang paling populer dan kontroversial adalah pada jagung, kapas, tomat, dan kedelai
yang disisipkan gen-gen
toleran herbisida
atau gen ketahanan terhadap hama tertentu.
Perkembangan ini memunculkan wacana pemberian hak paten
terhadap metode, gen, serta tumbuhan terlibat dalam proses rekayasa ini.
Kalangan aktivis lingkungan dan sebagian filsuf
menilai hal ini kontroversial dengan memunculkan kritik ideologis
dan etis
terhadap praktik ini sebagai reaksinya, terutama karena teknologi ini dikuasai
oleh segelintir perusahaan multinasional. Isu politik, lingkungan, dan etika,
yang sebelumnya tidak pernah masuk dalam khazanah pemuliaan tanaman, mulai
masuk sebagai pertimbangan baru.
Sebagai
jawaban atas kritik terhadap tanaman transgenik, pemuliaan tanaman sekarang
mengembangkan teknik-teknik bioteknologi dengan risiko lingkungan yang lebih
rendah seperti SMART Breeding
("Pemuliaan SMART") dan Breeding by Design, yang mendasarkan
diri pada pemuliaan dengan penanda, dan juga
penggunaan teknik-teknik pengendalian regulasi
ekspresi gen seperti peredaman gen,
dan kebalikannya, pengaktifan gen.
Meskipun
penggunaan teknik-teknik terbaru telah dilakukan untuk memperluas
keanekaragaman genetik tanaman, hampir semua produsen benih, baik yang
komersial maupun publik, masih mengandalkan pada pemuliaan tanaman
"konvensional" dalam berbagai programnya.
Di
arah yang lain, gerakan pemuliaan tanaman "gotong-royong" atau
partisipatif (participatory plant breeding) juga menjadi jawaban atas
kritik hilangnya kekuasaan petani atas benih. Gerakan ini tidak mengarah pada
perbaikan hasil secara massal, tetapi lebih mengarahkan petani, khususnya yang
masih tradisional, untuk tetap menguasai benih yang telah mereka tanam secara
turun-temurun sambil memperbaiki mutu genetiknya. Perbaikan mutu genetik
tanaman ditentukan sendiri arahnya oleh petani dan pemulia membantu mereka
dalam melakukan programnya sendiri.
Istilah "gotong-royong" (participatory)
digunakan untuk menggambarkan keterlibatan semua pihak (petani, LSM, pemulia, dan pedagang
benih) dalam kegiatan produksi benih dan pemasarannya. Gerakan ini sangat
memerlukan dorongan dari organisasi non-pemerintah (LSM), khususnya pada
masyarakat tidak berorientasi komersial.
0 komentar:
Posting Komentar