Pages

Rabu, 07 Mei 2014

Tekhnik Kultur Jaringan

Kultur Jaringan 



Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.

Kendala

1.  Kontaminasi

Kontaminasi merupakan permasalahan mendasar yang sering terjadi pada kultur jaringan in vitro. Pada kondisi media yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban dan suhu yang relatif tinggi, memungkinkan mikroorganisme serta spora jamur tumbuh dan berkembang dengan pesat. Kontaminasi pada kultur in vitro dapat berasal dari:

·      Udara
·      Eksplan, baik secara eksternal maupun internal.
·      Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut.
·      Botol kultur serta alat-alat yang kurang steril.
·      Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.
·      Kecerobohan dalam bekerja.

Setiap eksplan memiliki tingkat kontaminasi permukaan yang berbedan tergantung dari :

·      Jenis tumbuhannya
·      Bagian tumbuhan yang dipergunakan
·      Morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak)
·      Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang)
·      Musim waktu pengambilan (musim penghujan atau musim kemarau)
·      Umur tumbuhan (seedling atau tumbuhan dewasa)
·      Kondisi tumbuhannya (sehat atau sakit)

Mikroorganisme penyebab kontaminasi dapat berupa bakteri, fungi, protozoa, serangga, virus dan lain-lain. Kontaminasi oleh fungi ditandai dengan munculnya benang-benang halus yang berwarna putih, yang merupakan miselium fungi. fungi dapat menginfeksi jaringan secara sistemik sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan jaringan eksplan akan mati. Selain itu, kontaminasi oleh bakteri ditandai munculnya bercak-bercak berlendir pada media atau eksplan. Bercak tersebut biasanya berwarna putih yang merupakan koloni bakteri. Bakteri lebih sulit untuk dideteksi dibandingkan dengan fungi karena dapat masuk ke dalam ruang antar sel.

Ada dua istilah dalam permasalahan kontaminasi, yaitu kontaminasi eksternal dan kontaminasi internal.

a.    Kontaminasi eksternal atau kontaminasi permukaan biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari luar eksplan. Respon kontaminasi eksternal ini sangat cepat karena mikroorganismenya berada permukaan eksplan. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara :

·       Karantina tanaman induk dalam greenhouse
·       Sterilisasi kontak dengan menyikat eksplan dengan sikat halus
·       Pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia dan durasii sterilisasi.
·       Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, menggunakan detergen dan digoyang –goyang untuk mengilangkan gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
·       Penggunaan kombinasi bahan sterilan.

b.    Kontaminasi Internal

Kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari eksplan yang tumbuh dan berkembang secara bertahap dalam kondisi in vitro. Pertumbuhan dan perkambangan mikroorganisme internal biasanya muncul beberapa minggu / bulan setelah di kultur. Kontaminasi internal dapat diminimalisir atau dapat diatasi dengan cara:

·      Karantina tanaman induk dalam greenhouse
·      Menggunakan HgCl2 , antibiotik dan fungisida sistemik
·      Contoh antibiotik alami yaitu propolis
·      Contoh antibiotika sintetik yaitu Plant Preservative Mixture (PPM),  Cefotaxime, Ceftriaxone, Chlorampenicol, Rifampicin, dll.
·      Penggunaan kombinasi bahan sterilan.

2.    Browning/Pencoklatan

Pencoklatan adalah suatu keadaan munculnya warna coklat atau hitam yang menyebabkan tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau bahkan menyebabkan kematian pada eksplan. Pencoklatan umumnya merupakan tanda adanya kemunduran fisiologis eksplan biasanya eksplan akan mati.

Browning terjadi akibat pengaruh akumulasi senyawa fenolik yang teroksidasi akibat stress mekanik atau pelukaan pada eksplan. Senyawa fenol tersebut adalah enzim polifenol eksidase dan tirosinase. Dalam kondisi oksidatif akibat pelukaan, enzim tersebut akan secara alami disintesis oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan diri. Menurut Laukkanen et al. (1999) dalam Hutami (2008), ketika sel rusak, isi dari sitoplasma dan vakuola menjadi tercampur, kemudian senyawa fenol teroksidasi menghambat aktivitas enzim. Senyawa fenol yang berlebihan akan bersifat racun yang merusak jaringan eksplan dan akhirnya menyebabkan kematian eksplan (Corduk and Aki, 2011).

Menurut George dan Sherrington (1984) ada beberapa cara untuk menanggulangi masalah pencokelatan, seperti:

a.    Meminimalisir senyawa fenol

·     Transfer eksplan ke media baru
·      Penambahan arang aktif untuk menonaktifkan enzim peroksidase.Enzim tersebut merupakan kelompok enzm oksidoreduktase yang berperan sebagai katalis reaksi oksidasi senyawa fenol.
·     Penggunaan PVP (Polivenolpirolidon) untuk mengikat senyawa fenol agar tidak teroksidasi
·      Penambahan antioksidan seperti Asam askorbat, PPVP (polivinilpolipirolidon) dan DTT (1,4-ditio- DL-treitol) untuk  menurunkan akumulasi peroksidase
·      Pencucian eksplan pada air mengalir

b.    Modifikasi Potensial Redoks

·      Penggunaan asam askorbat (C6H8O6) untuk menghambat reaksi oksidasi senyawa fenolik, karena asam askorbat memiliki potensial redoks yang rendah serta mampu mengikat oksigen
·     Perendaman eksplan dalam air pasca pemotongan dari tanaman induk mampu menekan oksidasi dari oksigen bebas.

c.    Penghambatan Aktifitas Enzim Fenol Oksidase

·     Penggunaan Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) dapat menghambat aktivitas polifenol oksidase dengan mengikat ion-ion seperti Cu++ Co++, dan Zn++, yang mempu menjadi senyawa fenol ketika teoksidasi
·     EDTA Juga dapat mengganggu aktivitas enzim peroksida.

d.   Penurunan Aktifitas Fenolase
·       Penggunaan Asam askorbat mampu menurunkan pH, karena pH optimum enzim Fenol Oksidase berkisar antara 4,0-7,0.
·        Penggelapan selama ± 14 hari mampu menekan aktifitas fenolase. Cahaya mempengaruhi sintesa enzim pada pigmen, oksidasi fenol akan meningkat dengan adanya cahaya (Creasy, 1968 dalam Hutami, 2008).

0 komentar:

Posting Komentar